Kenapa Harus Pusing dengan Coronavirus?

28/03/2020

 

 



“A bigger outbreak is certain. Conservatively, this outbreak could be 10 times bigger than the SARS epidemic because that virus was transmitted by only a few ‘super spreaders’ in a more defined part of the country. I’ve seen it all: bird flu, SARS, influenza A, swine fever and the rest. But the Wuhan pneumonia makes me feel extremely powerless. Most of the past epidemics were controllable, but this time, I’m petrified.” (Dr. Neil Ferguson)


Well… Bisa dibilang saat ini Indonesia sedang menghadapi masa-masa genting. Ada musuh yang tidak terlihat dan belum terlalu kita kenali kemampuannya. Yang jelas, virus ini sudah menyebabkan 8,811 kematian dan menginfeksi 218,827 orang di 152 negara di seluruh dunia (per 19 Maret 2020 pukul 16.00 WIB). Dan pastinya, masih banyak orang yang sebenarnya sudah terinfeksi namun tidak tercatat/terdeteksi.

Saya sengaja membuka tulisan ini dengan kalimat yang ingin meningkatkan kesadaran, bahwa pandemi ini bukan hal yang ringan. Wabah Covid19 yang sudah ditetapkan sebagai kegawatdaruratan bencana nasional bukanlah hal yang bisa disepelekan. Oke, saya akan coba membahas corona virus atau yang disebut dgn Covid19 ini dengan Bahasa yang ringan.


Apa sih sebenarnya virus Corona itu?


Sebenarnya virus corona sudah ditemukan sejak tahun 1960. 10%-30% virus dari jenis ini yang menyebabkan batuk pilek (common cold) pada orang-orang. Sebenarnya SARS dan MERS-CoV juga berasal dari jenis coronavirus. Naah… di akhir Desember 2019, muncul virus corona baru yang awalnya disebut sebagai SARS-CoV-2 yang kemudian penyakitnya disepakati bernama Covid19 (akronim dari coronavirus disease 2019) oleh WHO. Yang mau mempelajari jauh mengenai coronavirus & taksonominya [1, 2, 3], human coronavirus [4], etiologi [5], clinical virology [6], karakteristik molekuler Covid19 [7], silahkan klik referensi di nomor-nomor ini ya.


Datang dari mana virus ini?


Covid19 pertama kali teridentifikasi di kota Wuhan, sebuah kota cantik yang merupakan ibu kota provinsi Hubei di China. Pertama kali dideteksi cluster kasus Covid19 pada tanggal 26 Desember 2019 dan kasusnya terus bertambah banyak hingga menyebar ke banyak negara. Di negara China sendiri, saat ini jumlah kasus Covid19 mencapai lebih dari 81,139 kasus dan menyebabkan 3130 kematian.




Sumber: Tomas Pueyo, Coronavirus: Why You Must Act Now


Katanya berasal dari kelelawar?


Well sampai dengan saat ini bisa dibilang belum diketahui dengan jelas asal muasal virus ini. Apakah sama dengan SARS yang berasal dari kelelawar atau bukan. Hasil dari pembacaan genome virus, virus yang menyebabkan Covid19 ini memiliki 88% kemiripan dengan 2 jenis SARS CoV pada kelelawar (bat-SL-CoVZC45 dan 156 bat-SL-CoVZXC210) [8, 9, 10] tapi jauh berbeda dengan MERS-CoV (hanya 50% tingkat kemiripan) [11]. Kesimpulannya, kemungkinan berasal dari kelelawar, tapi peneliti belum yakin 100% karena tingkat kemiripan genomenya masih belum mendekati seratus persen.


Kenapa orang-orang banyak yang heboh?


Karena kita belum sepenuhnya tahu apa saja yang dapat dilakukan oleh si virus ini. Dalam waktu 2 bulan, virus ini sudah mampu menyebar ke 152 negara dan menyebabkan >8000 kematian. Yang jelas, karakteristik virus ini adalah memiliki patogenitas yang rendah (tingkat keparahan penyakit yang rendah) namun amat sangat cepat menyebar (mudah ditularkan). Sampai dengan saat ini, kita belum mengetahui pengobatan apa yang paling tepat dan vaksin untuk Covid19 juga belum ditemukan [12, 13, 14].

Berkaca dari pengalaman-pengalaman pandemi sebelumnya, kita amat sangat ingin menghindari fatalitas tinggi yang dapat disebabkan oleh virus ini. Pernah dengar tentang Bubonic Plague? Iya, wabah yang juga sering disebut dengan black death pada tahun 1347-1351 ini mengakibatkan 200 juta kematian. Wabah smallpox (cacar) sendiri pada tahun 1520 telah mengakibatkan 56 juta kematian. Beruntung saat itu vaksin sudah mulai ditemukan. Atau pandemi lain yang tak kalah hebat adalah Spanish Flu pada tahun 1918-1919 yang juga mengakibatkan 40-50 juta kematian. Kita tidak ingin masa-masa mencekam itu terjadi lagi di abad ke-21 ini. Update jumlah kasus Covid19 di seluruh dunia dapat dipantau melalui link ini: https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html



Sumber: Los Angeles Times, Snapshot of Spanish Flu Pandemi


Jadi gimana caranya si coronavirus ini bisa menular?


Yang jelas virus ini sangat mudah menular dari orang yang satu ke orang yang lain (human to human transmission). Virus dapat menginfeksi tubuh melalui permukaan mukosa wajah (mata, hidung, mulut). Sesederhana kita menghirup droplet orang yang bersin, batuk, atau kontak langsung dengan orang terinfeksi saat berjabat tangan, atau menyentuh barang dimana virus itu menempel, lalu kita mengusap bagian wajah kita yang dapat menjadi tempat masuknya virus ke dalam tubuh. Contoh sederhana kemungkinan penularan melalui barang adalah saat kita menyentuh tombol lift, pegangan tangga, gagang pintu, hand grip pada busway/kereta, dsb dimana ada banyak orang yang juga menyentuh barang tersebut (yang kita tidak tahu apakah orang lain itu sehat atau telah terinfeksi covid19). Apakah virus ini dapat diturunkan oleh ibu yang melahirkan kepada anaknya (perinatal transmission) masih menjadi tanda tanya.

Sebagai catatan tambahan, satu orang yang terinfeksi Covid19 dapat menularkan virus ini rata-rata kepada 2-4 orang, angka inilah yang kita sebut sebagai R0. Penelitian awal menunjukkan R0 pada angka 1.4-2.5 [15, 16], pada penelitian lain 2.24-3.58 [17], lalu WHO memperkirakan R0 Covid19 adalah 1.4-2.5 [18]. Namun lagi-lagi, pembahasan mengenai R0 masih terus berlanjut karena angka kasus Covid19 pun terus berkembang. Estimasi akhir mengenai R0 Covid19 berada pada angka 2.8-3.3 berdasarkan real-time report dan 3.2-3.9 berdasarkan angka prediksi kasus [19]. Untuk yang ingin tahu lebih dalam tentang R0, penjelasan tentang R0 bisa dilihat di postingan saya yang ini ya.


Virus ini bisa bertahan berapa lama sih?


Ada infografis menarik nih yang bisa lihat yang merupakan hasil rangkuman paper Kampf et.al di The Journal of Hospital Infection [20]. Coronavirus mampu bertahan selama 3 jam saat melayang di udara, selama 2-8 jam di alumunium (termasuk gagang pintu, teralis, tiang kereta), selama 5 hari di keramik & teflon, selama 4 hari di kayu, selama 2-9 hari di plastik (hati-hati botol minuman, tumbler, dll), hingga 4-5 hari di kertas.





Kalau terinfeksi Covid19, gejalanya bagaimana?


Gejala yang paling umum terjadi pada penderita Covid19 adalah demam, batuk, sesak nafas (dyspnea), sakit kepala, lemas/lelah [21]. Gejala-gejala ini memang mirip sekali dengan gejala batuk pilek atau flu biasa, makanya banyak yang mengira hanya sakit batpil biasa, namun bisa jadi sudah terinfeksi oleh Covid19. Perbedaan gejala antara Covid19, batpil, dan flu bisa dilihat di gambar di bawah ini.




Namun pada beberapa kasus, Covid19 dapat berkembang menjadi parah (sesak nafas, nyeri pada dada yang persisten) terutama pada penderita yang sudah berumur/lanjut usia (>60 tahun) dan mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah atau penyakit penyerta (gangguan pernapasan kronis, gangguan jantung kronis, gangguan ginjal kronis, gangguan syaraf kronis), memiliki kelebihan berat badan serius (BMI>40), serta ibu hamil.

Melihat dari catatan kasus, sekitar 80% gejala yang muncul adalah ringan, 14% gejala medium/menengah, sekitar 5% penderita yang membutuhkan ICU, dan 1% yang membutuhkan ventilator. Daaan.. diperkirakan tidak sedikit orang yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala sama sekali (asymptomatic) [22]. Itulah sebabnya bisa saja ada orang-orang yang terlihat sehat di sekitar kita namun bisa jadi kita membawa virus itu dan menularkannya kepada orang-orang.


Don’t worry, Covid19 is a self-limiting disease alias bisa sembuh sendiri!


Seperti tadi sudah saya bilang, meskipun Covid19 ini mudah menular, namun fatalitasnya rendah. Secara global, angka kematian akibat Covid19 berkisar 3.4%. Dan kabar baiknya adalah, sama dengan penyakit flu, maka virus ini juga dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease), dengan catatan kita memiliki daya tahan tubuh yang kuat! Saat ini 84,122 penderita Covid19 di seluruh dunia telah sembuh dari infeksi ini (38.4%). Diprediksi masa inkubasi virus ini adalah 14 hari, oleh sebab itulah bagi mereka yang terinfeksi atau diduga terinfeksi Covid19 dianjurkan untuk mengisolasi diri selama 14 hari, dengan harapan ia tidak akan menularkan virus ini kepada orang lain setelah 14 hari [23].


Kalau gitu, santuy aja dong… Kan ga bahaya!


Yah ga bisa gitu juga. 3.4% is still a number! 3.4% dari 1 juta orang adalah 34,000. Dan kemungkinan besar 34,000 itu adalah golongan rentan, entah orang yang sudah berumur, mereka yang memiliki penyakit penyerta dan daya tahan tubuh rendah. Itu juga bisa termasuk ayah ibu kita, kakek nenek kita, paman bibi kita, saudara kita yang menderita asma, bronchitis, hepatitis, sirosis hepatis, gagal jantung, gangguan ginjal, HIV/AIDS, dan lain sebagainya. Masa kita mau acuh dengan kondisi keterbatasan mereka. Ga bisa gitu dong guys!


Kayaknya di Indonesia masih aman deh. Iya ga sih?


Per 19 Maret 2020, di Indonesia terdapat 309 kasus dengan 25 kematian dan 15 orang sembuh. Itu artinya angka kematian di Indonesia untuk Covid19 mencapai 8.1%, tertinggi di antara negara-negara lain di dunia. Bisa jadi dulu di awal-awal kita merasa tenang karena merasa ‘ah paling kasusnya banyak di China aja’. Dulu mungkin di bulan Januari kita melihat 90% kasus berada di China, sedangkan hanya 10% kasus yang berada diluar China. Tapi lihat kondisi sekarang, hanya terdapat 37% kasus di China, sedangkan 63% kasus lainnya tersebar di seluruh dunia!!

Kalau dilihat-lihat lagi, mungkin ada yang bilang 309 itu angka yang kecil. Weitss… jangan salah, Indonesia mencapai kasus 309 di hari ke-18 sejak pertama kali kasus ditemukan! Kalau dibandingkan dengan negara Asia lainnya, bisa terlihat signifikan sekali bedanya (lihat gambar di bawah).




Jika dibandingkan dengan negara Eropa, angka kasus mencapai angka lebih dari 300 pada hari ke-39 di Inggris, hari ke-42 di Perancis, dan hari ke-27 di Itali. Tapi memang ada bias disini karena Indonesia sendiri baru menemukan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020 dimana negara lain sudah mendeteksi sejak Januari/Februari 2020 lalu, dan asumsinya seharusnya penyebaran sudah jauh lebih meluas di bulan Maret 2020. Namun yang pasti, saya percaya angka 309 itu adalah angka yang jauh lebih kecil dari angka orang yang terinfeksi sesungguhnya (underestimate), karena beberapa alasan:

1) Jumlah penduduk Indonesia yg menempati peringkat 4 terbanyak di dunia; 2) Kepadatan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi di daerah urban – lihat saja jarak antar rumah terutama di perkotaan besar; 3) Indonesia belum memberlakukan active screening untuk menemukan kasus secara aktif. Saya ingat pada saat di London pekan lalu, Perdana Menteri Inggris mengeluarkan statement bahwa prediksi jumlah orang yang sudah terinfeksi adalah 10,000 orang di Inggris, meskipun angka kasus yang tercatat baru 373.

Jika mengikuti perkiraan modelling, salah satu professor matematika di University of Essex, Inggris memperkirakan puncak kasus di Indonesia akan terjadi di bulan Ramadan, sekitar 50 hari setelah tanggal 2 Maret 2020 [24]. Modeling lain yang dilakukan oleh mahasiswa PhD di LSHTM memperkirakan akan terdapat lebih dari 35,000 kasus tercatat di akhir Maret 2020, dimana jumlah masyarakat yang diprediksi telah terinfeksi mencapai lebih dari 960,000 [25]. Saya tidak akan banyak membahas modeling di tulisan kali ini, jadi sementara saya mention 2 perkiraan di atas ya. Insya Allah akan saya bahas pada tulisan selanjutnya.



Perkiraan puncak pandemi Covid19 di Indonesia [24]


Hitungan dan permisalan sederhananya, jika ada 309 pasien Covid19 di Indonesia, lalu ia menularkan kepada 4 orang (ingat R0) di sekitarnya, maka diperkirakan sudah ada 1200 lebih orang yang juga tertular. Dari 1200 orang itu juga berinteraksi dengan orang-orang di sekitar, maka diperkirakan 4800 orang sudah terinfeksi, dan lanjut terus dikali 4. Ini adalah skenario saat kita terus melakukan interaksi dan kegiatan sebagaimana biasa, dan tanpa sadar menularkan virus ini kepada orang-orang di sekitar. Itulah kenapa metode social distancing adalah metode yang paling utama untuk memutus rantai penularan Covid19 di seluruh penjuru dunia.


Eh eh, social distancing itu apa?


Bahasa mudahnya adalah menjaga jarak sosial dan interaksi kita dengan orang banyak. Implementasinya? Dengan tidak makan atau nongkrong di tempat-tempat umum seperti restoran, café, dsb; Tidak pergi berkumpul di keramaian (nonton konser, bioskop, kajian-kajian umum); Hindari menggunakan transportasi publik; Jangan melakukan travelling (baik ke luar kota atau luar negeri); Jangan pergi ke tempat-tempat wisata; Mengurangi kunjungan ke rumah kerabat/teman/saudara; Mengurangi frekuensi belanja dan pergi berbelanja saat benar-benar butuh, usahakan bukan pada jam ramai; Jika dapat bekerja dari rumah, lebih baik menerapkan work from home (WfH); Jaga jarak dengan orang lain sekitar 1 meter (saat mengantri, duduk di bus/kereta); Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah; Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah (fatwa MUI bisa dibaca disini).

Kenapa social distancing ini penting? Karena kita sedang berupaya memutus rantai penularan Covid19 yang jauh lebih luas lagi. Social distancing adalah cara paling mudah dan murah yang bisa kita lakukan. Bentuk kontribusi terkecil sebagai bagian dari masyarakat dan kelompok sosial. Dengan mengurangi interaksi sosial, kita tengah membantu kelompok rentan (dan juga diri sendiri) untuk mengurangi penularan dan penyebaran virus corona yang sangat cepat ini.



Source: http://www.burlingtongazette.ca/


Tapi kalau kita sakit kan juga pemerintah bisa bantu memberikan pelayanan kesehatan kan?


Eits, masalahnya ga segampang itu. Sekali lagi saya ingatkan kita itu adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Ada 270 juta jiwa penduduk di Indonesia. 1% yang sakit saja jumlahnya mencapai 2.7 juta orang. Tahu ada berapa jumlah RS rujukan Covid19? Saat ini baru terdapat 132 RS rujukan di seluruh Indonesia. Kenapa terbatas? Karena RS rujukan harus memiliki kapasitas yang baik untuk mengisolasi pasien, maka diperlukan ruang isolasi, negative pressure room, ventilator, alat kesehatan yang lengkap, dsb. Ingat lho, dari seluruh yang sakit ada 5% yang membutuhkan ICU dan 1% yang membutuhkan ventilator. Dengan skenario 1% saja perlu 135,000 beds di ICU dan 27,000 ventilator. Itu dengan skenario 1% lho, kalau 5%-10%?

Saya juga paham kalau sekarang sudah mulai viral terkait antri yang lama di RS, ruang isolasi yang berdesakan, hasil tes lama sekali didapatkan, diminta pindah ke RS rujukan yang lain, dsb. Itu adalah gambaran nyata dimana kebutuhan jauh melebihi kapasitas yang dimiliki. Baru ada 15 laboratorium di Indonesia yang mampu melakukan pemeriksaan Covid19. Bandingkan dengan 40 lab di Iran dan 90 di Korea Selatan.

Belum lagi ratusan ribu bahkan jutaan rapid diagnostic kit yang digunakan di negara itu. Itu jugalah penyebab angka kasus terdeteksi di Indonesia masih sangat jauh sekali. Sebentar lagi saat alat rapid test sudah kita miliki, saya percaya angka kasus positif Covid19 di Indonesia akan langsung melambung tinggi. Lihatlah perjuangan para tenaga kesehatan kita (dokter, perawat) yang bersiaga di garda terdepan dengan resiko paling tinggi mendapatkan penularan.

Bukan bukan, saya tidak ingin menyalahkan siapa-siapa disini. Saya hanya ingin memberikan pemahaman. Daripada kita menambah beban, mengapa tidak menjadi bagian yang meringankan? Daripada merutuki keadaan dan keterbatasan, jadilah nyala lilin yang menerangkan. Cara paling mudahnya adalah menjadi bagian dari masyarakat yang penuh kewaspadaan, membantu pemerintah untuk meningkatkan kapasitas dan kesiagaan.


Eum… Terus, jadinya kalau saya ada gejala flu, saya harus bagaimana?


Melihat kapasitas RS saat ini, disarankan bagi kita yang memiliki gejala flu ringan, tidak ada sesak nafas atau kesulitan bernafas, tidak ada penyakit penyerta atau daya tahan tubuh yang rendah, maka self-isolation (mengisolasi diri) selama 14 hari adalah metode yang tepat. Tidak perlu buru-buru ke RS. Kenapa? Karena bisa jadi kita hanya menderita flu biasa. Dengan kita ke RS, ada kemungkinan kita justru terpapar dengan orang-orang yang benar-benar sakit. Kalaupun kita benar terinfeksi, kita juga telah mengurangi resiko penularan kepada yang lain dengan mengisolasi diri di rumah.




Cara mengisolasi/mengkarantina diri bagaimana? Dengan cara berdiam diri di kamar, keluar hanya pada saat benar-benar diperlukan, gunakan masker saat pergi keluar, patuhi etika batuk/bersin, menjaga kebersihan diri, makan-makanan sehat dan bergizi, minum multivitamin dan booster daya tahan tubuh. Bertahanlah selama 14 hari and that’s it! Insya Allah kamu sudah bisa beraktivitas sebagaimana biasa lagi. Oh iya, jangan lupa, ga perlu stress menghadapi ini. Karena stress bisa menurunkan daya tahan tubuh. Panduan self-isolation dari Kementerian Kesehatan bisa dibaca disini.

Btw, saya perlu pakai masker ga sih?

Masker hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit dan tenaga medis yang merawat pasien. Jika kita adalah orang yang sehat dan tidak memiliki gejala flu, maka tidak perlu panik untuk selalu menggunakan masker. Karena berdasarkan penelitian, menggunakan masker tidak terbukti dapat menurunkan penularan [26], dan di beberapa kasus justru meningkatkan penularan karena kondisi lembab dan kita jadi suka mengusap wajah. Menggunakan masker pun ada caranya. Masker yang sekali pakai jangan digunakan berulang-ulang. Jangan sampai kita panic buying berebut membeli masker sampai-sampai tenaga kesehatan kita kehabisan stok padahal mereka adalah orang-orang yang sangat memerlukan.



Source: Ministry of Health Singapore


Terus saya harus melakukan apa lagi?


Sebagaimana sudah saya sebutkan di atas, kita harus menjadi bagian dari masyarakat yang saling menjaga dan menguatkan. Bukan hanya orang yang sakit atau terlihat sakit yang harus menjaga jarak dan diri, tapi kita yang sehat juga. Kenapa? Karena tadi, bisa saja kita menjadi carrier atau pembawa virus tersebut juga dan menularkannya kepada orang lain. Jadi yang perlu dilakukan adalah:
  1. Menjaga kebersihan diri dan badan
  2. Sering-sering cuci tangan menggunakan air yang mengalir dan sabun, terutama saat mengunjungi tempat-tempat umum
  3. Jangan menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dicuci
  4. Gunakan hand sanitizer pada saat berpergian dan sulit mendapatkan air untuk mencuci tangan
  5. Jangan berjabat tangan
  6. Patuhi etika batuk/bersin (tutup mulut dengan tisu lalu buang tisunya – jangan dipake lagi yak!; jika tidak ada tisu maka tutup mulut menggunakan lengan dalam baju; cuci tangan menggunakan air & sabun; gunakan masker).
  7. Langsung mengganti baju sesampainya di rumah setelah berpergian
  8. Mulai terapkan social distancing

Hati-hati sama Hoax!!


Sebagai bonus tambahan, berikut saya lampirkan daftar list hoax yang berkaitan dengan Covid19 yang telah dihimpun oleh Kominfo dan dirilis pada tanggal 17 Maret 2020 lalu. Jumlahnya sampai 242 hoax lho 😀 Silahkan dibaca bagi yang ingin tahu berita-berita hoax apa saja yang sudah beredar di tanah air, termasuk info jika rokok & jeruk nipis dapat membunuh virus corona s.d pesan singkat dari Ibu Nila Moeloek yang banyak beredar di WAG.


Menghadapi Covid19: Waspada Harus, Panik Jangan!


Sebagai penutup, saya hanya ingin menggarisbawahi, bahwa kita sedang diuji, bahwa dunia yang kita tinggali sedang tidak sehat lagi. Kita harus paham apa yang sedang kita hadapi. Kita harus memahami bahwa sikap kita di hari ini akan menentukan keadaan di esok hari. Jika kita abai dengan kondisi saat ini, jangan salahkan jika puluhan ribu orang (bahkan mungkin keluarga dan saudara kita) akan menerima dampaknya tidak lama lagi.

Jangan, jangan menunggu untuk bergerak esok hari, lusa, atau dua minggu lagi. Percayalah virus ini tidak menanti kesiapan kita. Ia bagaikan bom waktu yang dapat meledak kapan saja.

Maka sekali lagi, di masa-masa inilah kita perlu saling bahu membahu dan saling menjaga. Dengan patuh menjaga jarak sosial, kita dapat menyelamatkan banyak orang. Iya, saya paham, ini bukanlah situasi yang ideal. Kita perlu bersabar dan menjadi bagian dari mereka yang menggerakkan perubahan.

Because progress is impossible without change, and those who cannot change their minds, cannot change anything…

“The reality is that if a pandemic hits, it’s not just health emergency. It’s the big one. It requires big thinking to make sure all those dots are connected…” (Shelley Hearne)


*Ditulis oleh:

Dewi Nur Aisyah, SKM, MSc., PhD, DIC
Ahli Epidemiologi Penyakit Menular (Infectious Disease Epidemiologist)
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
Penerima Beasiswa Presiden Republik Indonesia 2014

Disclaimer: Tulisan ini saya buat dengan menggunakan Bahasa semi populis, dengan harapan dapat mudah dimengerti oleh masyarakat luas. Pada tulisan ini, saya menyampaikan hal inti yang harus dipahami. Semoga sedikit dari yang dituliskan, dapat memberikan kebermanfaatan. Untuk Indonesia, yang lebih sehat dan menyejahterakan..

**Referensi:

[1] Fenner’s Veterinary Virology (Fifth Edition), 2017

[2] Virus Taxonomy, 2012

[3] Larry J. Anderson, Eileen Schneider, in Goldman’s Cecil Medicine (Twenty Fourth Edition), 2012

[4] Stephen N.J. Korsman MMed FCPath, … Wolfgang Preiser MRCPath, in Virology, 2012

[5] Susan M. Poutanen, in Principles and Practice of Pediatric Infectious Diseases (Fourth Edition), 2012

[6] Jeffrey K. Actor PhD, in Elsevier’s Integrated Review Immunology and Microbiology (Second Edition), 2012

[7] Zhu N, Zhang D, Wang W, Li X, Yang B, Song J, Zhao X, Huang B, Shi W, Lu R, Niu P, Zhan F, Ma X, Wang D, Xu W, Wu G, Gao GF, Tan W, China Novel Coronavirus Investigating and Research Team. 2020. A Novel Coronavirus from Patients with Pneumonia in China, 2019. N Engl J Med 10.1056/NEJMoa2001017. doi: 10.1056/NEJMoa2001017.

[8] Gralinski LE, Menachery VD. 2020. Return of the Coronavirus: 2019-nCoV. Viruses 12(2):E135. doi: 10.3390/v12020135.

[9] Chan JF, Kok KH, Zhu Z, Chu H, To KK, Yuan S, Yuen KY. 2020a. Genomic characterization of the 2019 novel human-pathogenic coronavirus isolated from a patient with atypical pneumonia after visiting Wuhan. Emerg Microbes Infect 9(1):221-236. doi:1413 10.1080/22221751.2020.1719902.

[10] Malik YS, Sircar S, Bhat S, Sharun K, Dhama K, Dadar M, Tiwari R, Chaicumpa W. 2020. Emerging novel Coronavirus (2019-nCoV) – Current scenario, evolutionary perspective based on genome analysis and recent developments. Vet Q 1-12. doi: 1431 10.1080/01652176.2020.1727993.

[11] Ren LL, Wang YM, Wu ZQ, Xiang ZC, Guo L, Xu T, Jiang YZ, Xiong Y, Li YJ, Li H, Fan GH, Gu XY, Xiao Y, Gao H, Xu JY, Yang F, Wang XM, Wu C, Chen L, Liu YW, Liu B, Yang J, Wang XR, Dong J, Li L, Huang CL, Zhao JP, Hu Y, Cheng ZS, Liu LL, Qian ZH, Qin C, Jin Q, Cao B, Wang JW. 2020. Identification of a novel coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study. Chin Med J (Engl) 10.1097/CM9.0000000000000722. doi: 10.1097/CM9.0000000000000722.

[12] Lu H. 2020. Drug treatment options for the 2019-new coronavirus (2019-nCoV). Biosci Trends 10.5582/bst.2020.01020. doi: 10.5582/bst.2020.01020.

[13] Sheahan TP, Sims AC, Leist SR, Schäfer A, Won J, Brown AJ, Montgomery SA, Hogg A, Babusis D, Clarke MO, Spahn JE, Bauer L, Sellers S, Porter D, Feng JY, Cihlar T, Jordan R, Denison MR, Baric RS. 2020. Comparative therapeutic efficacy of remdesivir and combination lopinavir, ritonavir, and interferon beta against MERS-CoV. Nat Commun 11(1):222. doi: 10.1038/s41467-019-13940-6.

[14] Pillaiyar T, Meenakshisundaram S, Manickam M. 2020. Recent discovery and development of inhibitors targeting coronaviruses. Drug Discov Today S1359-6446(20)30041-6. doi: 10.1016/j.drudis.2020.01.015.

[15] Mahase E. 2020a. China coronavirus: what do we know so far? BMJ. 368. doi: 10.1136/bmj.m308
[16] Parry J. 2020. China coronavirus: cases surge as official admits human to human transmission. BMJ 368:m236. Published 2020 Jan 20. doi:10.1136/bmj.m236.

[17] Zhao S, Lin Q, Ran J, Musa SS, Yang G, Wang W, Lou Y, Gao D, Yang L, He D, Wang MH. 2020. Preliminary estimation of the basic reproduction number of novel coronavirus (2019-nCoV) in China, from 2019 to 2020: A data-driven analysis in the early phase of the outbreak. Int J Infect Dis 92:214-217. doi: 10.1016/j.ijid.2020.01.050.

[18] Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. 2020a. The reproductive number of COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus [published online ahead of print, 2020 Feb 13]. J Travel Med taaa021. doi:10.1093/jtm/taaa021.

[19] Zhou T, Liu Q, Yang Z, Liao J, Yang K, Bai W, Lu X, Zhang W. 2020b. Preliminary prediction of the basic reproduction number of the Wuhan novel coronavirus 2019-nCoV. J Evid Based Med 10.1111/jebm.12376. doi: 10.1111/jebm.12376.

[20] Kampf, G. et.al. 2020. Persistence of coronaviruses on inanimate surfaces and their inactivation with biocidal agents. Journal of Hospital Infection, Volume 104, Issue 3, 246 – 251

[21] Xu XW, Wu XX, Jiang XG, Xu KJ, Ying LJ, Ma CL, Li SB, Wang HY, Zhang S, Gao HN, Sheng JF, Cai HL, Qiu YQ, Li LJ. 2020a. Clinical findings in a group of patients infected with the 2019 novel coronavirus (SARS-Cov-2) outside of Wuhan, China: retrospective case series. BMJ 368:m606. doi: 10.1136/bmj.m606.

[22] Rodriguez-Morales AJ, Bonilla-Aldana DK, Balbin-Ramon GJ, Rabaan AA, Sah R, Paniz-Mondolfi A, Pagliano P, Esposito S. 2020. History is repeating itself: Probable zoonotic spillover as the cause of the 2019 novel Coronavirus Epidemic. Infez Med 28(1):3-5.

[23] Jiang X, Rayner S, Luo MH. 2020a. Does SARS-CoV-2 has a longer incubation period than SARS and MERS? J Med Virol 10.1002/jmv.25708. doi: 10.1002/jmv.25708.

[24] Susanto, Hadi. 2020. Kalau kita tidak serius, puncak COVID-19 di Indonesia bisa sekitar 2 bulan lagi, di bulan Ramadan. Diakses 18 Maret 2020. www.hadisusanto.net.

[25] Jibril, Makhyan. 2020. Bom Waktu itu Bernama Coronavirus: Apa yang Kita dan Pemerintah Harus Lakukan?. Diakses 19 Maret 2020. https://kumparan.com/makhyan-jibril/bom-waktu-itu-bernama-coronavirus-apa-yang-kita-dan-pemerintah-harus-lakukan-1t1V0EUHncs

[26] https://www.cdc.gov/flu/professionals/infectioncontrol/maskguidance.htm

***Sumber: https://dewinaisyah.wordpress.com/2020/03/20/kenapa-harus-pusing-dengan-corona/

0 Komentar:

 
IHSYAH blogwork | lihat juga BLOGSPOTISME